Jakarta, 9 Maret 2023 – Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional, beberapa perempuan perwakilan organisasi kemasyarakatan dengan berbagai fokus seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA), serta Muhammadiyah Steps – Universitas Muhammadiyah Yogyakarta – Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, bersatu dalam Koalisi Free Net From Tobacco (FNFT) untuk mendesak pemerintah dan platform digital terutama media sosial seperti Google, Meta, dan Tiktok untuk melakukan pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet, dalam upaya melindungi hak masyarakat dalam mengakses jaringan digital khususnya perempuan dan anak dari ancaman bahaya rokok.
Koalisi FNFT menyatakan kekhawatiran terkait tingginya angka perokok di Indonesia, terutama di kalangan anak, remaja dan perempuan. Berdasarkan data dari organisasi kesehatan dunia, WHO, 19.5% pelajar merupakan perokok, dan 3.5% di antaranya merupakan perempuan. Dari kelompok dewasa, lebih dari 70 juta orang dewasa di Indonesia adalah perokok dan 3.3% di antaranya perempuan. Fakta ini menunjukkan bahwa ada mata rantai yang harus diputus untuk menekan angka perokok di Indonesia, salah satunya adalah upaya pemasaran rokok yang dapat berupa iklan, promosi, dan sponsor di semua saluran media, termasuk internet.
Berdasarkan hasil pemantauan iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet oleh TERM (www.termcommunity.com), Instagram (71%) merupakan platform terfavorit untuk digunakan dalam pemasaran rokok secara digital, dan diikuti oleh Facebook (20%). Dari 8.126 kasus pemasaran tembakau diamati selama periode September-Desember 2022, sebanyak 94% pemasaran dilakukan secara tidak langsung, hanya 6% pemasaran yang bersifat langsung atau terang-terangan dan kebanyakan merupakan promosi rokok elektrik.
Nia Umar, salah satu presidium GKIA, menyatakan kekhawatirannya terhadap dampak iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet. ”Kita tahu sejak pandemi, kehidupan seakan berpindah ke platform digital, termasuk sekolah dan berbagai macam sarana pendidikan dipindahkan ke ruang virtual. Sebagai Ibu, tentu saja kita ingin anak-anak kita dikelilingi oleh hal baik, namun dengan minimnya aturan di dunia maya, banyak hal yang berbahaya termasuk iklan, promosi, dan sponsor rokok dapat terakses baik sengaja maupun tidak sengaja oleh anak-anak karena jumlah screen time mereka otomatis bertambah. Jadi jelas, iklan, promosi, dan sponsor rokok merupakan ancaman yang nyata, keberadaan iklan, promosi, dan sponsor rokok yang sangat jelas bersliweran di internet ini seolah sengaja menantang kemampuan dan upaya wanita dan para Ibu di dalam melindungi keluarga, khususnya anak dari bujuk rayu produk yang berbahaya seperti rokok.”
Resti Yulianti, selaku akademisi perwakilan Muhammadiyah Steps – Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, mengkritisi bagaimana bebasnya konten-konten terkait rokok di internet. ”Ketiadaan aturan, apalagi larangan terhadap iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet, membiarkan perusahaan pembuatnya ramai-ramai mengeksploitasi habis-habisan jaringan ini untuk dijadikan alat pemasaran mereka. Tidak hanya melalui portal berita, namun juga iklan, promosi, dan sponsor rokok masuk ke berbagai aplikasi yang biasa kita pakai dan akses tiap hari seperti media sosial. Belum lagi trik-trik kreatif nan manipulatif perusahaan rokok yang makin spesifik menggoda anak dan remaja dengan pencitraan gaya hidup yang keren, penuh petualangan, dan sporty. Tidak berhenti di situ, demi menyasar target spesifik baru berdasarkan gender, mereka juga secara terang-terangan menawarkan hal-hal yang cukup imut dan girly untuk menggaet konsumen wanita.”
Aturan yang melarang iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet demi melindungi seluruh rakyat Indonesia, terutama kelompok rentan seperti anak dan perempuan mutlak diperlukan
Widayanti Arioka dari SAFEnet, organisasi yang memperjuangkan hak-hak digital, menyatakan bahwa maraknya iklan, promosi, dan sponsor rokok yang berkeliaran disebabkan lemahnya regulasi iklan di platform digital dan belum adanya aturan yang jelas dari pemerintah terkait iklan rokok dan rokok elektrik di internet. Sekalipun dalam standar komunitas Meta misalnya – termasuk Instagram, WhatsApp, dan Facebook – yang mengatur iklan yang diizinkan di platform tersebut, terdapat larangan jual beli produk terkait tembakau, dan termasuk larangan mempromosikan rokok elektrik, vaporizer, atau produk lain yang menyerupai rokok, namun Meta tetap mengizinkan unggahan yang menghubungkan orang dengan minat yang terkait dengan tembakau, selama unggahan tersebut tidak mengarah ke benar-benar menjual tembakau atau produk terkait. Celah ini banyak dimanfaatkan produsen dan influencer untuk mengunggah konten soft-selling terkait tembakau dan rokok elektronik. Iklan terselubung ini tidak memiliki batas waktu tayang dan tidak ada penerapan verifikasi umur untuk mengaksesnya, sehingga sangat mungkin diakses oleh anak dan remaja. Hal ini telah mencederai hak anak untuk aman di internet.
“Kami berharap pemerintah dapat mengambil sikap tegas dan membuat aturan yang jelas tentang segala jenis hal yang ada di ranah digital karena akses internet yang aman dan nyaman merupakan hak masyarakat. Kehadiran material promosi dan iklan rokok dan rokok elektrik, juga perlu diatur dan dilarang demi terpenuhinya hak masyarakat dalam berinternet, khususnya hak kelompok rentan seperti perempuan dan anak,” tutur Wida.
Sinergi dan komitmen dari berbagai pihak mutlak diperlukan demi terciptanya aturan maupun larangan iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet
Sularsi, perwakilan YLKI yang fokus pada perlindungan konsumen, memandang pentingnya peran otoritas dalam mengatur regulasi iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet. ”Kita berkumpul hari ini dalam rangka mendorong pemerintah dan berbagai pihak, untuk melarang iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet. Saat ini kami lihat bersama bahwa belum ada aturan yang kuat, yang dapat melindungi masyarakat dari ancaman bahaya rokok dan produk turunannya di internet. Seharusnya, sama seperti di media lain, pemerintah harus dapat mengatur iklan, promosi, dan sponsor rokok di media sosial, apalagi sejak pandemi angka konsumen pengguna internet meningkat tajam”.
Bersumber dari semua keresahan itu, hari ini GKIA, YLKI, SAFEnet dan Muhammadiyah Steps – Universitas Muhammadiyah Yogyakarta bersatu dalam FNFT dan berkomitmen untuk terus membantu, mendorong, serta mengawal pemerintah serta berbagai pemangku kepentingan untuk melarang iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet. FNFT telah melakukan berbagai upaya advokasi kepada pemerintah secara terus menerus, kontinyu dan berkesinambungan sejak akhir tahun lalu guna menekankan pentingnya pengaturan pengendalian, pembatasan bahkan pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet. Koalisi ini juga mendorong terbitnya regulasi yang memadai untuk mengatur tentang pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet, mendorong agar pemerintah meningkatkan pengawasan dan pemberian sanksi yang tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet, dan terakhir yang paling penting adalah mengedukasi masyarakat akan bahaya dampak iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet.
”Kami telah melakukan advokasi ke beberapa pihak yang berkepentingan dan terlibat dalam upaya pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet. Selain pertemuan dengan Kementerian Kesehatan, kami juga mendampingi Kemenkes dalam pertemuan antar kementerian dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk membahas iklan, promosi, dan sponsor rokok di Internet. Kami juga pagi ini baru bertemu dengan perwakilan WHO di Indonesia. Rencana ke depannya kami juga akan melakukan pertemuan dengan platform digital seperti Google dan Meta. Kami berharap apa yang FNFT lakukan dapat membantu pemerintah dalam menertibkan dan meregulasi iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet,” papar Eka Erfianty Putri, koordinator FNFT.
Untuk informasi lebih lanjut tentang aktivitas promosi rokok di internet, silakan klik tagar #InternetTanpaRokok di Instagram dan Twitter.
0~•~0
Catatan;
Iklan, promosi, dan sponsor rokok Serbu Internet Tanpa Aturan, Negara Perlu Regulasi untuk Mengendalikan peningkatan jumlah perokok yang biasanya dimulai dari masa remaja!
Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi pengguna internet terbesar di dunia. Menurut laporan We Are Social, terdapat 204,7 juta pengguna internet di Tanah Air per Januari 2022. Data Kominfo tahun 2020 mencatat penggunaan internet naik 40% saat bekerja dan belajar dari rumah. Peningkatan aktivitas daring ini, turut menaikkan paparan iklan, promosi, dan sponsor rokok ke anak dan remaja.
Pasal 13 Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau Organisasi Kesehatan Dunia (WHO FCTC) merekomendasikan pelarangan semua bentuk iklan, promosi dan sponsor rokok di semua saluran. Platform online, yang lebih minim pengawasan dibanding saluran media tradisional sehingga menimbulkan tantangan yang signifikan untuk mengendalikan dan mengekang pemasaran tembakau.
Kontak media untuk Koalisi FNFT:
Nina Karima
Nina.karima@gmail.com