Jakarta, 26 Agustus 2025 – PT. PepsiCo Indonesia Food and Beverages (“PepsiCo Indoneisa”), bagian dari PepsiCo, perusahaan terkemuka di industri makanan dan minuman (mamin), mulai menunjukkan upaya dalam mendukung keberlanjutan dan pengelolaan lingkungan. Meskipun baru saja meresmikan pabrik pertamanya di Indonesia yang memproduksi makanan ringan Lay’s , Cheetos, dan Doritos pada Juni 2025, PepsiCo Indonesia telah bermitra dengan Indonesia Packaging Recovery Organization (IPRO), sebuah organisasi nirlaba independen yang bergerak di bidang pengelolaan sampah kemasan pascakonsumsi, serta Bali Waste Cycle (BWC), sebuah perusahaan yang berfokus pada pengelolaan sampah, terutama kemasan MLP dan non-B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) di Bali, yang juga merupakan salah satu dari 10 finalis teratas program PepsiCo Greenhouse Accelerator (GHAC) APAC 2025. Kolaborasi ini diresmikan dalam media briefing dan talkshow hari ini (26/8), bertajuk, “Towards Circularity: Tackling Waste Management Challenge Through Multi-Stakeholder Collaboration.”
Dengan dihadiri secara langsung oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), upaya bersama ini diharapkan dapat mendorong sistem pengelolaan kemasan pascakonsumsi yang lebih bertanggung jawab, terukur, dan berdampak di Indonesia. Sesi ini bertujuan untuk menjadi wadah terbuka bagi para pemangku kepentingan dari sektor swasta, pemerintah, dan media untuk bertukar perspektif, memperkuat kolaborasi lintas sektor, dan mempercepat transisi menuju ekonomi sirkular di Tanah Air.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan Extended Producer Responsibility (EPR) sebagai pendekatan strategis pengelolaan sampah nasional berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Kebijakan ini mengamanatkan produsen untuk bertanggung jawab mengurangi sampah yang dihasilkan dari produk dan/atau kemasannya, termasuk pada tahap pascakonsumsi.
Sebagai bagian dari implementasi kebijakan tersebut, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 75 Tahun 2019 mewajibkan seluruh produsen untuk terlibat dalam peta jalan pengurangan sampah dengan target pengurangan sampah oleh produsen mencapai 30% pada tahun 2029. Dalam praktiknya, keterlibatan beragam pemangku kepentingan hulu ke hilir, baik di sektor swasta, publik, hingga sektor informal tentunya memainkan peran penting dalam memperkuat infrastruktur pengumpulan dan daur ulang sampah baik di tingkat nasional maupun regional.

Gabrielle Angriani Johny, Direktur Government Affairs and Corporate Communications PepsiCo Indonesia, menegaskan upaya perusahaan dalam mendukung agenda keberlanjutan nasional, termasuk penerapan kebijakan EPR. “PepsiCo Indonesia berupaya untuk mendorong inisiatif keberlanjutan di tahun pertama operasionalnya di 2025 ini melalui kolaborasi multipihak. Tahun ini, kami mulai bekerja sama dengan IPRO dan Bali Waste Cycle untuk melakukan pengumpulan dan daur ulang kemasan paska konsumsi dari produk Lay’s, Cheetos, dan Doritos. Sejak awal berdiri, aspek keberlanjutan telah menjadi nilai penting dalam operasi kami di Indonesia. Di fasilitas produksipertama PepsiCo Indonesia yang terletak di Cikarang, Jawa Barat, kami terus berupaya mendorong penggunaan listrik terbarukan, memperkuat praktik pengelolaan dan daur ulang air, serta melakukan penanganan dan segregasi sampah yang di hasilkan dalam proses produksi—baik itu plastik dan logam hingga karton, kertas, dan kaca—dengan tetap memastikan bahan berbahaya dikelola secara bertanggung jawab sesuai standar pemerintah. ” jelas Gabrielle.
Beliau turut memperkenalkan PepsiCo Positive (pep+), strategi end-to-end perusahaan dalam menanamkan nilai-nilai keberlanjutan di seluruh rantai nilainya, mulai dari produksi dan pengemasan hingga distribusi. Melalui pendekatan ini, PepsiCo berupaya menciptakan rantai nilai yang menghasilkan manfaat tidak hanya bagi bisnis, tetapi juga bagi bumi dan masyarakat. Selain itu, PepsiCo Indonesia merupakan anggota Business Coalition for a Global Plastics Treaty, yang menyatukan lebih dari 290 bisnis, lembaga keuangan, dan LSM dan mendorong upaya global terhadap penanganan sampah plastik.
PepsiCo Indonesia menjalin kemitraan strategis dengan IPRO untuk membantu memperkuat sistem pengumpulan dan daur ulang MLP yang digunakan dalam produk makanan ringannya. Inisiatif ini diharapkan dapat berkembang setiap tahun, sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dan penguatan infrastruktur pengelolaan sampah kemasan makanan.
Reza Andreanto, General Manager IPRO, menjelaskan bahwa IPRO sebagai organisasi berbentuk yayasan yang menyediakan kerangka kerja implementasi kepatuhan EPR dengan perluasan pemangku kepentingan, saat ini memfokuskan upayanya pada penguatan infrastruktur pemilahan, pemberdayaan sistem rantai pengumpulan, dan pelacakan material kemasan pascakonsumsi, serta peningkatan kemitraan daur ulang di Indonesia.
Reza memaparkan bahwa IPRO telah berhasil memastikan lebih dari 19 ribu ton pengumpulan terpilah untuk daur ulang selama periode 2021 hingga 2024, di mana 1.917 ton diantaranya adalah kemasan MLP. Sampah kemasan ini telah diolah kembali menjadi produk bermanfaat, seperti bahan baku kemasan detergen, roofing application (karpet talang), pallet untuk warehouse dan freight, serta produk daur ulang lainnya.
“IPRO berfungsi untuk menghubungkan berbagai elemen penting, antara industri yang dimandatkan patuh peraturan EPR dengan mitra pengumpul sampah dan pendaur ulang, demi memastikan aliran PCR (Post-Consumer Recycled) dapat ditelusuri, diproses, dan dikembalikan ke dalam siklus ekonomi. IPRO juga telah menerapkan sistem pelacakan
dan akuntabilitas agar seluruh proses berjalan transparan dan sesuai regulasi. Kolaborasi IPRO dengan PepsiCo Indonesia merupakan contoh nyata bagaimana sektor swasta telah menjalankan kepatuhan regulasi dan berkontribusi aktif dalam menciptakan sistem pengelolaan sampah kemasan yang terintegrasi serta berdampak,” jelas Reza.
Selain organisasi swasta dan pengelolaan sampah, Agus Rusly, Direktur Pengurangan Sampah dan Pengembangan Ekonomi Sirkular, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)/Badan Pengendalian Lingkungan (BPLH) Republik Indonesia,, menyoroti perkembangan implementasi kebijakan kewajiban produsen dalam pengurangan sampah di Indonesia, termasuk tantangan di lapangan dan proses penguatan guna menghadapi tantangan tersebut serta pentingnya kolaborasi multisektor dalam implementasi EPR menuju penerapan ekonomi sirkular. “Pemerintah tidak bisa melakukan ini sendirian, kami membutuhkan dukungan semua pihak, khususnya upaya dan tanggung jawab produsen dalam pengurangan sampah untuk mewujudkan praktik ekonomi sirkular Indonesia secara berkelanjutan. Inisiatif yang dilakukan oleh PepsiCo Indonesia, IPRO dan BWC layak kami apresiasi dan diharapkan dapat menjadi contoh bagi produsen lain,” tutup Agus.
Dalam kesempatan yang sama, Olivia Anastasia Padang, S.T., M.B.A., Direktur Bali Waste Cycle, menyatakan, “Pengelolaan dan daur ulang kemasan pascakonsumsi, khususnya Low-Value Plastic (LVP) dan MLP, masih menjadi tantangan besar. Akan tetapi, melalui kolaborasi multipihak, BWC berhasil mengembangkan inovasi pengumpulan dan pengolahan MLP menjadi produk bernilai guna, mulai dari furnitur, perabot rumah tangga, souvenir, hingga kaki palsu bagi penyandang disabilitas. Kami juga mengapresiasi dukungan PepsiCo melalui program Greenhouse Accelerator (GHAC) APAC 2025 yang memberikan pendanaan sebesar USD 20.000 dan pendampingan dalam peningkatan kapasitas agar terus memperkuat kesiapan BWC dalam membangun sistem yang lebih berkelanjutan. Kolaborasi ini membuktikan bahwa solusi atas tantangan plastik rendah nilai hanya dapat dicapai melalui kerja sama lintas sektor, inovasi, dan upaya untuk masa depan yang lebih bersih dan inklusif.”
Bersama-sama, inisiatif ini menandai langkah maju lainnya dalam mendukung ambisi keberlanjutan Indonesia dan membentuk solusi yang dapat memberikan dampak jangka panjang. Bagi PepsiCo Indonesia, keberlanjutan bukan sekadar inisiatif, tetapi sebagai perjalanan jangka panjang yang membutuhkan kolaborasi erat antar pemangku kepentingan. Perusahaan berharap dapat terus mendorong perubahan positif dan mempercepat penciptaan ekosistem pengelolaan sampah yang lebih inklusif, adil, dan berkontribusi pada lingkungan yang lebih lestari dan masa depan yang lebih berkelanjutan bagi Indonesia.