Jakarta, 5 Februari 2023 – Penyakit demam berdarah yang pertama kali ditemukan lebih dari 50 tahun lalu di Indonesia, masih menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia yang perlu mendapat perhatian secara khusus. Maka dari itu, tindakan pencegahan yang inovatif sangat dibutuhkan sebagai pilihan dalam upaya menekan penularan penyakit demam berdarah. Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, di tahun 2022 jumlah kumulatif kasus demam berdarah sebanyak 142.294 kasus dengan angka kematian sebanyak 1.117. Angka tersebut hampir dua kali lipat dibandingkan dengan jumlah kasus pada tahun sebelumnya (2021) sebanyak 73.518 dengan 705 kematian.1-2
Melihat demam berdarah sebagai ancaman kesehatan masyarakat dan jumlah kasus yang terus meningkat serta status sebagai negara hiper-endemi, Takeda bersama dengan Kementerian Kesehatan dan para ahli di bidang demam berdarah menyelenggarakan kegiatan diskusi media dengan tema “Pave the Way to Innovative Dengue Prevention” untuk terus meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap pencegahan demam berdarah, terutama pencegahan yang saat ini diperkuat dengan opsi pencegahan yang inovatif dan komprehensif seperti vaksinasi.
Strategi Nasional Penganggulangan (Demam Berdarah) Dengue 2021-2025
Pemerintah Indonesia memiliki komitmen serius dalam rangka melawan demam berdarah melalui Strategi Nasional Penanggulangan Dengue 2021-2025 dengan target ambisius meraih nol kematian akibat demam berdarah (Zero Dengue Death) pada tahun 2030.
“Kami menargetkan angka kasus demam berdarah yaitu kurang dari 49 per 100.000 penduduk pada 2024, dan akan menuju 0 kasus kematian pada 2030. Ini tentunya bisa diwujudkan melalui upaya promotif dan preventif. Sejumlah kegiatan yang terus kami lakukan antara lain adalah peningkatan kesadaran, pencegahan vektor dan tentunya mempertimbangkan pencegahan inovatif seperti vaksinasi,” ungkap dr. Imran Pambudi, MPHM, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Direktorat Jenderal P2P, Kementerian Kesehatan RI.
Dr. Choo Beng Goh, Head of Medical Affairs APAC, Takeda mengatakan, “Kami di Takeda memiliki komitmen yang kuat dalam melawan demam berdarah melalui pendekatan yang menyeluruh yang melengkapi upaya pemerintah untuk mencapai tujuan Nol Kematian Akibat Demam Berdarah pada Tahun 2030. Kami berdedikasi untuk menciptakan akses terhadap vaksin kami bagi masyarakat luas dengan bekerja sama dengan tenaga kesehatan dan juga institusi terkait; membantu membangun kemitraan publik-privat untuk menyatukan upaya bersama dan mendukung program imunisasi nasional kedepannya; dan mendukung edukasi pada tenaga kesehatan garda terdepan dalam hal pencegahan, deteksi, dan penanganan demam berdarah.”
Bekerjasama dengan para pemangkau kepentingan, Takeda juga telah menjalankan peningkatan kesadaran terhadap demam berdarah kepada keluarga Indonesia dan masyarakat luas melalui website www.cegahdbd.com, sosial media @cegahdbd.id di Instagram dan Cegah Demam Berdarah (Facebook), dan kampanye #JentikJari.
Pentingnya Vaksinasi Demam Berdarah Bagi Anak-Anak Hingga Orang Dewasa
Semua orang berisiko terkena demam berdarah tanpa memandang umur, di mana mereka tinggal dan seperti apa gaya hidupnya. Gejala demam berdarah bisa berupa sakit kepala disertai demam, mual muntah, nyeri perut, nyeri belakang mata, nyeri pada otot dan sendi. Kasus demam berdarah yang berat dapat mengakibatkan komplikasi yang fatal akibat kebocoran plasma, akumulasi cairan, gangguan pernapasan, perdarahan berat dan gangguan organ yang dapat mengancam jiwa.
Anak-anak memiliki gejala demam berdarah yang serupa dengan orang dewasa. Oleh karena itu, pemberian vaksinasi demam berdarah menjadi bagian yang dibutuhkan untuk pencegahan demam berdarah yang komprehensif. Vaksinasi akan membantu sistem kekebalan tubuh anak untuk membentuk antibodi yang berfungsi untuk melawan virus penyebab demam berdarah.
Prof. Dr. dr. Hartono Gunardi, Sp.A(K), Dokter Spesialis Anak mengatakan, “pemberian vaksinasi pada anak merupakan salah satu cara yang dianjurkan untuk mengurangi penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) di Indonesia. Sehingga, dengan adanya vaksin demam berdarah ini diharapkan mampu mengurangi risiko seorang anak sakit demam berdarah dan mengurangi risiko rawat inap serta demam berdarah berat”.
Prof. Hartono Gunardi, menambahkan “Saat ini, jumlah anak-anak yang terkena bahkan meninggal dunia akibat demam berdarah masih tinggi. Ini tentunya merupakan tanggung jawab kita bersama untuk berupaya menurunkan kejadian demam berdarah di Indonesia. Beberapa hal yang bisa dilakukan adalah dengan menjaga kebersihan lingkungan sekitar (3M plus: Menguras, Menutup, Mendaur ulang, menggunakan larvasida, obat anti nyamuk, pelihara ikan pemakan jentik nyamuk, dll) mengenali tanda bahaya infeksi demam berdarah dan melakukan langkah pencegahan sedini mungkin dengan menghindari gigitan nyamuk serta mengikutsertakan anak-anak (usia 6 tahun ke atas) untuk mendapatkan imunisasi”.
Lebih lanjut, fokus dari vaksinasi demam berdarah itu sendiri tidak hanya untuk anak-anak melainkan juga orang dewasa. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI, proporsi penderita demam berdarah pada tiga tahun terakhir paling tinggi berada pada golongan umur 15 – 44 tahun, oleh karena itu pencegahan yang komprehensif dibutuhkan untuk dapat menurunkan risiko infeksi demam berdarah pada semua kelompok umur. Vaksinasi akan membantu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibodi yang berfungsi mengenali kuman dan melawan kuman penyebab penyakit.
“Orang dewasa juga perlu mendapatkan vaksinasi demam berdarah. Berbagai faktor seperti kondisi tubuh yang buruk bisa membuat sistem antibodi pada orang dewasa seseorang menurun. Jika gejala demam berdarah yang mereka alami tidak segera ditangani, maka akan mengakibatkan kondisi penyakit yang memburuk sehingga sama sekali tidak bisa disepelekan. Kasus demam berdarah yang berat dapat mengakibatkan komplikasi dan kematian. Hal ini tentunya memperpanjang masa rawat inap dan biaya bagi para pasien. Oleh karena itu, pencegahan inovatif melalui vaksinasi yang telah direkomendasikan oleh PAPDI (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia) diharapkan dapat menurunkan risiko dan kasus demam berdarah pada orang dewasa usia 19-45 tahun,” tutup Dr. dr. Sukamto Koesnoe, SpPD-KAI, FINASIM, Dokter Spesialis Penyakit Dalam.